Slawi  

Bagaimana Sekolah Mengelola Dana BOSP di Tengah Kebutuhan Pembelajaran yang Tinggi?

Bagaimana Sekolah Mengelola Dana BOSP

Slawipos.com – Bagaimana Sekolah Mengelola Dana BOSP, Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) merupakan salah satu sumber pendanaan bagi sekolah untuk membiayai kegiatan operasional nonpersonalia. Namun, dana BOSP tidak selalu mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah, terutama untuk melakukan pembelajaran yang berkualitas.

Hal ini diakui oleh Sekretaris Dirjen PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek Praptono, yang mengatakan bahwa fungsi efisiensi penggunaan dana BOSP menjadi penting dalam konteks wajib belajar pendidikan dasar. Praptono menyampaikan hal ini saat Pelatihan Percepatan Pelaporan Penggunaan Dana BOSP di Hotel Grand Dian Slawi, Kabupaten Tegal, Minggu 24 September 2023.

Praptono mengatakan bahwa pihaknya sudah memberikan sosialisasi dan pendampingan kepada sekolah mulai dari merencanakan sampai penggunaan dana BOSP. Dia juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah bekerja sama dengan dinas untuk membuat video yang bisa mendampingi sekolah dalam membuat perencanaan dana BOS tahun 2024.

“Harapannya dalam membuat perencanaan tahun 2024 lebih awal dengan menyesuaikan kebutuhan sekolah mengacu pada rapot pendidikan,” ujarnya.

Baca Juga :   Perubahan APBD Kabupaten Tegal 2022 kabarnya tidak diloloskan Gubernur Jawa Tengah

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, yang juga hadir dalam kegiatan pelatihan tersebut, menjelaskan bahwa tujuan utama pelatihan adalah agar operator sekolah, guru dan kepala sekolah memahami benar dalam perencanaan maupun penggunaan dana BOSP. Dia menekankan bahwa ada fleksibilitas dalam penggunaan dana BOSP yang tentunya mengacu pada kebutuhan sekolah terutama untuk menunjang pembelajaran siswa.

“Itu teknis, agar sekolah benar-benar melakukan perencanaan dan penggunaan BOSP sesuai dengan aturan,” kata Fikri.

Fikri juga menyinggung soal regulasi sumbangan di sekolah yang sampai saat ini masih multitafsir dan ambigu. Dia mengakui bahwa regulasi sumbangan di sekolah masih belum jelas, dan sering menimbulkan multitafsir di lapangan. Dia mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pungutan di sekolah, apalagi untuk SD sampai SMP, meskipun ada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang memperkenankan sumbangan sukarela oleh Komite Sekolah.

“Karena itu, saya akan mengusulkan agar keberadaan Komite Sekolah lebih dipertegas fungsinya dan lebih detail,” ucap Fikri.***