Slawipos.com – Google Tolak Perpres Publisher Rights, Kominfo: Bukan Pembatasan tapi Pengaturan. Google menolak rancangan Peraturan Presiden tentang Publisher Rights atau hak penerbit yang disebut tinggal menunggu keputusan Presiden Joko Widodo. Google menganggap rancangan peraturan tersebut dapat membatasi konten berita yang tersedia online dan mengancam eksistensi media dan kreator berita.
Google mengatakan apabila rancangan peraturan tersebut disahkan tanpa pembaruan, pihaknya tak bisa melaksanakan aturan tersebut. Pasalnya, aturan tersebut memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.
“Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung mempengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk kami di Indonesia,” tulis Google dalam blognya, Kamis (27/7).
Google mengaku telah bekerja sama dengan pemerintah, regulator, badan industri, dan asosiasi pers untuk memberikan masukan seputar aspek teknis pemberlakuan peraturan tersebut sejak rancangan Perpres tersebut pertama kali diusulkan pada 2021. Namun, Google merasa rancangan yang diajukan masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas.
Google menilai peraturan ini hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita tradisional saja dengan membatasi konten yang dapat ditampilkan di platform mereka. Google juga khawatir masyarakat Indonesia akan menemukan informasi yang mungkin kurang netral dan kurang relevan di internet.
Google berharap pemerintah bisa mempertimbangkan lebih lanjut mengenai rancangan aturan tersebut. Google ingin terus mencari pendekatan terbaik untuk membangun ekosistem berita yang seimbang di Indonesia – yaitu, yang dapat menghasilkan berita berkualitas bagi semua orang sekaligus mendukung kelangsungan hidup seluruh penerbit berita, kecil maupun besar.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menanggapi pernyataan Google tersebut. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong mengatakan Publisher Rights bukanlah pembatasan, melainkan pengaturan.
“Jadi saya kira bukan pembatasan ya, tapi pengaturan. Kita kan harus mengatur semua, termasuk platform digital. Kita tidak ingin membatasi, kita hanya ingin mengatur bahwa yang beredar di publik adalah informasi yang baik, jurnalisme yang bagus, berkualitas, sesuai dengan KEJ (Kode Etik Jurnalistik) dan UU Pers,” kata Usman kepada CNNIndonesia.com.
Usman menuturkan perusahaan-perusahaan media tidak perlu khawatir dengan aturan hak cipta produk jurnalistik dalam peraturan Publisher Rights. Kemenkominfo, ujarnya, mengakomodasi semua usulan dari media seperti soal isu algoritma.
“Kami ada di pihak media. Ya, kami akomodasi semua usulan teman-teman media. Soal algoritma, soal iklan, dan lainnya. Kecil lah, itu mah teknis,” ujar Usman.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyebut peraturan mengenai Publisher Rights tinggal menunggu keputusan Presiden Jokowi. Aturan ini nantinya bakal menjadi jembatan antara platform digital dan perusahaan media.
Presiden Jokowi sempat menyoroti pentingnya Publisher Rights pada peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2023.
Secara garis besar, Publisher Rights merupakan regulasi yang mengatur agar platform digital global seperti Google, Instagram, Facebook, dan lainnya memberikan timbal balik yang seimbang atas konten berita yang diproduksi media lokal dan nasional.
Artinya, media massa akan mendapatkan jaminan atas hak dari konten-konten yang disebarluaskan di berbagai platform digital global.
Melalui aturan tersebut, diharapkan platform teknologi digital juga bisa melakukan kerja sama bisnis dengan media massa sehingga tercipta hubungan kerja sama yang setara.
Gagasan tersebut sudah mengemuka sejak Hari Pers Nasional (HPN) 2020 dan telah diberlakukan di sejumlah negara. Misalnya, di Australia terdapat regulasi News Media Bargaining Code, ataupun di Korea Selatan yang memiliki ketentuan Telecommunication Business Act.